' PANG !!' Berdentum,berkecai pinggan kaca itu pabila dibaling secara kasar ke dinding.Seorang perempuan duduk terpunduk tepi sebuah almari antik.Manakala, si lelaki pula menghempaskan tali pinggangnya ke lantai.Perempuan yang teresak- esak itu dipenuhi lebam dan luka sana- sini.
Badannya sudah lali menjadi bahan pukulan lelaki itu.Berbirat lengan dan belakangnya yang terdedah akibat baju yang terkoyak dek pukulan yang terlalu kuat.Darah merah samaada yang masih basah dan makin kering kian membasahi tubuh dan wajah yang telah hilang serinya.
" Ha....Ha....Ha....Baru puas hati aku !," ujar suara garau itu bercekak pinggang .Wajah dan tubuhnya lencun dek curahan peluh ." Daripada kau biarkan aku terseksa begini, lebih baik kau bunuh saja aku !," bentak perempuan itu bersama tangisan yang mendayu.Tubuh yang lesu akibat tidak makan semakin tidak bermaya dek penangan seorang lelaki bernama suami !
" Diam kau ! "
" Bunuh saja aku !"
" Aku kata diam !"
" Bunuh saja aku !!!!!"
" Kau jangan cabar aku ! Aku kata diam ! Kau diam lahhhhh !!!," bentaknya berkali- kali tubuh itu disepak terajang .Darah bersemburan keluar dari mulut perempuan itu.
Lelaki itu semakin dirasuk api gila.Perempuan itu benar- benar telah mencabar kesabarannya.Ribut diluar rumah agam di Jalan Lama itu tidak dia peduli.
Tongkat miliknya dihayun berkali- kali sehingga wajah itu pecah, darah bersemburan di lantai ada yang terpercik ke mukanya.Malam yang sepi itu menjadi saksi pada kematian ngeri itu.
**********
" JANGAN! JANGAN ! Jangannn!!!!," teriaknya lantas terbangun dari lenanya.Cangkul di pandang masih lagi tergeletak di lantai halaman rumah agam itu.Peluh didahinya diseka dengan tuala kecil yang selalu dia sangkutkan dilehernya.
Dia bingkas bangun, lalu dengan tertempang- tempang dia menapak ke arah belakang rumah.Sebuah perigi buta di pandang sepi.Dia semakin kerap di ganggu .Adakah ini karma buatnya atas kesilapannya yang lalu ?
Senja semakin melebarkan sayapnya.Rumah agam itu seperti selalu diulit kesepian yang mencengkam.Dedaunan yang berserakan dihalaman rumah rakus berterbangan , berserakan ke merata tempat.
Dia merenung rumah agam itu dengan tajam.Dia terapung diatas sebuah perigi buta, perigi yang telah lama tidak di gunakan lagi.Rambut panjangnya dan kain putih berterbangan apatah lagi dihembus angin senja.
Dia merenung dari arah luar tingkap dapur.Lelaki tua itu duduk termenung di hadapan makanan yang telah disediakan atas meja makan itu.Dia tersenyum lantas menyeringai .Tangannya yang berkuku panjang lagi tirus tajam seolah mahu menggapai tubuh itu.Dia berdendam.Dendam yang terlalu lama.
Hanya sekali dua suapan dia berhenti lantas mencelup tangannya ke dalam sebuah bekas kecil yang berisi air paip.Sesudah bersih tangannya , dia menuangkan teko berisi air kopi pekat ke dalam cangkir.
Ditiup sedikit supaya asap panas berkurangan.Semasa dia mahu mencicip tepi cangkir itu, ekor matanya seolah terlihat satu bayangan berwarna putih tepi tingkap dapurnya.Dia tidak mahu mencicipnya lantas cangkir itu diletakkan kembali atas piring pelapiknya.Dia terus berpaling ke arah jendela yang terkuak itu.
Dia bingkas bangun untuk menutup jendela itu dengan cepat.Dia diburu resah.Peluh yang sedari tadi segan keluar kini mulai membasahi ruang dahi nya.Lembaga putih itu mulai menerbangkan dirinya yang terapung itu lalu menuju ke arah rumah agam itu.Darah dari wajahnya yang hancur menitik - nitik ke atas rumput pendek dikawasan belakang rumah itu.Dari jauh, anjing menyalak hantu.