Home Novelet Islamik Ketika Senja Berkata Cinta
Ketika Senja Berkata Cinta
Asfahul Muhib
7/4/2020 04:09:11
61,298
Kategori: Novelet
Genre: Islamik
Part 6

Sepi semakin meraja tatkala malam telah sampai di puncaknya. Angin malam yang terkenal kejam berhembus teratur menembus semua ruang di desa Blokagung. Angin itu menembus sela-sela daun, sela-sela pohon, sela-sela ranting dan sela-sela rumput yang semuanya sudah akrab dengannya. Suara binatang malam yang bersaut-sautan, seakan berlomba memperindah warna malam. Angin malam dan Suara binatang itulah yang sesekali dinikmati oleh Hanif yang sedang terdiam di depan Jendela kamarnya. Kamar Hanif tepat berada di timur persawahan. Jika jendela kamar dibuka maka akan terlihatlah sawah yang meluas. Dan jika malam seperti ini sawah itu ramai oleh suara-suara serangga sawah.

Malam ini, sawah yang menghampar beserta suara-suara serangganya itu terasa indah di hatinya. Semuanya terasa menenangkan ketika direnungkan.

Hanif memang sedang sangat bahagia. Hingga apapun yang ditatapnya juga seakan ikut bahagia. Meski masih ada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, tapi minimalnya jawaban-jawaban dari pertanyaan itu sudah dapat dibayangkan. Semua rahasia sudah dapat ditafsirkan. Getaran-getaran aneh yang muncul ketika melihat Nurul malam Selasa lalu. Ketika dia mengajar Qira'at. Ketika dia melantunkan surat Ar-Rum ayat 23 dengan nada Bayati Qoror Jawabul Jawab. Dia begitu terpesona. Baru sekali ini dia mengajar dan melihat seorang santriwati menangis karena bacaan Al-Qur'an. Jika hati seseorang sudah bisa tersentuh oleh ayat Al-Qur'an, pastilah hatinya sangat lembut, dan tidak jauh dari ketaqwaan.

Saat itu juga dia merasa hatinya telah tertawan cinta. Diperhatikan wajah yang dikaguminya itu. Kemudian setelah selesai mengajar, barulah dia mencari informasi tentangnya sang penawan hati. Namanya Nurul, ternyata masih keponakan Kang Din kawan satu kamarnya. Alangkah bahagia hati rasanya, karena dunia rasanya begitu sempit, hingga dia dan sang penawan hati terasa sudah didekatkan.

Dia juga sudah berkirim salam. Salam yang diharap mampu menguraikan cinta. Salam yang diharap mampu mengemukakan cita. Salam yang diharap mampu menjelaskan bahwa dia mendambakan sosok seorang istri seperti Nurul, sang penawan hati.

Masih lekat di dalam angan, ketika siang tadi tatkala dia ke rumah sakit bersama Kang Din untuk menjenguk Zahra, salah satu murid Qira'atnya. Dia mendapat cerita yang mengejutkan, cerita yang telah berhasil mengubah malam ini menjadi begitu indah.

Ternyata Zahra adalah sahabat karib Nurul, sang penawan hati. Zahralah yang menceritakan semuanya. Ketika dia bersama Kang Din masuk ke ruang dimana Zahra dirawat, Nurul pamit keluar untuk membeli sesuatu di kantin rumah sakit, sehingga hanya tinggal 3 orang di dalam kamar. Setelah menanyakan bagaimana keadaanya. Hanif menjelaskan kalau kedatangannya karena memang diminta Pak Syarif untuk mewakili menjenguk muridnya.

Zahra adalah murid kesayangan Pak Syarif. Zahra dinilai memiliki suara yang menurut Pak Syarif sangat bagus. Tidak heran tadi di telepon Pak Syarif agak memohon supaya Hanif menjenguk atas namanya.

Ternyata memenuhi permintaan Pak Syarif ada hikmahnya. Sebelum Hanif pamit untuk kembali ke pesantren, Zahra bercerita bahwa dia merupakan sahabat terdekat Nurul. Dia tau apa yang dirasakan Nurul. Dia juga bercerita tentang puisi Nurul, tentangnya yang berdiri dibalik pintu ketika Kang Din menyampaikan salam Kang Hanif pada Nurul sewaktu di dapur. Hanif agak malu mendengar itu, tapi memang begitulah adanya.

Mengingat cerita Zahra tadi siang, Hanif tersenyum-senyum sendiri. Angin malam yang berehembus masuk melewati jendela terasa membelai wajahnya. Alhamdulillah, dia merasa seolah-olah angin itu adalah belaian tangan Tuhan, seperti belaian orang tua kepada anaknya yang sangat dicintainya.

Alhamdulillah....

***

Hanif mengelus-elus rambutnya sambil menyanyikan lagu sholawat dengan lirih. Fikirannya melayang entah kemana. Dia sedang memikirkan bagaimana cara mengutarakan niatnya ingin mengkhitbah Nurul. Kalau cerita Zahra benar, maka tidak ada keraguan lagi untuk melangkah lebih maju. Hanif tidak ingin memendam rasa cinta itu terlalu lama hingga menjadi penyakit. Namun, meski seperti sudah jelas kalau Nurul juga mencintainya. Hanif masih membutuhkan sebuah ketegasan. Dia ingin jawaban 'iya' itu keluar dari Nurul sendiri. Tidak lewat perantara siapapun.

Hanif lalu mengambil secarik kertas dan sebuah pulpen dari dalam laci. Dia ingin membuat sepucuk surat yang ditujukan langsung untuk Nurul, sang penawan hati. Meski dia merasa bukanlah ahli menata bahasa, tapi itu bukanlah penghalang yang menghentikan niatnya.

"Hanya membuat sebuah surat, man jadda wajada." fikirnya.

Lalu Hanif membuka beberapa kitab tata bahasa. Kitab-kitab yang di dalamnya ada petunjuk-petunjuk bersyair, menata bahasa, dan kata-kata indah para penyair arab.

***

"Nif, bangun tahajjud."

"Nif, Hanif." suara itu sayup-sayup didengar Hanif, tapi begitu jauh, lalu dia merasa sebuah benda halus menyentuh punggungnya, namun semakin lama semakin kasar benda itu terasa.

"Blek, blek, blek." tiga kali sabetan sajadah yang tidak terlalu keras terasa di punggungnya ketika Hanif membuka mata. Ternyata Kang Din sedang berusaha membangunkannya.

Hanif lalu bangun dan pergi ke kamar kecil sekalian ke tempat wudhu. Setelah mencuci muka dan berwudhu, Hanif buru-buru kembali ke kamar untuk menata kitab-kitab yang berantakan di mejanya. Dan yang terpenting, Hanif hendak menyelamatkan kertas surat yang baru ditulisnya.

Setelah mendapati kertasnya, barulah hanif ingat kalau semalam dia tertidur dengan hanya meninggalkan tulisan "Bismillahirrahmanirrahim" di suratnya. Hanif tersenyum sendiri. Kenapa tadi pas wudhu begitu khawatir kalau ada yang masuk ke kamarnya dan membaca suratnya.

"Nif, sudah sholat?"

"Belum, Kang." Hanif menjawab sambil berusaha menyembunyikan kertas yang dipegangnya ke saku.

"Ya, sudah sholat dulu sana. Ganti aku yang tidur." selesai bicara Kang Din segera merebahkan tubuhnya di atas sajadah yang baru dia gelar.

Sementara Hanif segera menjalankan sholat tahajjud. Meski mata masih sangat mengantuk, Hanif tetap menjalankannya. Rugi, kalau menyia-nyiakan sepertiga malam yang terakhir itu, karena saat itulah mustajab-mustajabnya do'a.

Hanif begitu bahagia, inilah Khalwah, rasa nikmatketika beribadah. Inilah yang disebutkan dalam kitab Alhikam itu. Satu-satunyarasa nikmat di surga yang diturunkan ke dunia adalah khalwah dalam ibadah,yakni nikmatnya beribadah. Nikmat ketika menyebut nama Allah, nikmat ketikabersujud kepadaNYA, nikmat yang lebih nikmat dari segala nikmat di dunia.

Previous: Part 5
Next: Part 7

Portal Ilham tidak akan bertanggungjawab di atas setiap komen yang diutarakan di laman sosial ini. Ianya adalah pandangan peribadi dari pemilik akaun dan ianya tiada kaitan dengan pihak Portal Ilham.

Portal Ilham berhak untuk memadamkan komen yang dirasakan kurang sesuai atau bersifat perkauman yang boleh mendatangkan salah faham atau perbalahan dari pembaca lain. Komen yang melanggar terma dan syarat yang ditetapkan juga akan dipadam.

Karya lain oleh Asfahul Muhib